Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting - Persyarikatan Muhammadiyah

Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
.: Home > Artikel

Homepage

Strategi dan Model Pengembangan Cabang dan Ranting Indonesia Timur

.: Home > Artikel > Lembaga
18 April 2013 09:55 WIB
Dibaca: 6694
Penulis : Syarifuddin Jurdi

Strategi dan Model Pengembangan Cabang dan Ranting Indonesia Timur[1]

 

Oleh: Syarifuddin Jurdi

Wakil Ketua LPCR PP Muhammadiyah;

Dosen & KetuaJurusan Ilmu Politik UIN Alauddin

 

 

“Setiap anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah berkewajiban memelihara, melangsungkan dan menyempurnakan gerak dan langkah persyarikatan dengan penuh komitmen yang istiqomah, kepribadian yang mulia (shidiq, amanah, tabligh, fathanah), wawasan pemikiran dan visi yang luas, keahlian yang tinggi, amaliyah yang unggul sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan Islam yang benar-benar menjadi rahmatan lil’alamin” (PHIWM dalam PP Muhammadiyah, 2003).

 

 

Dalam rentang waktu dua tahun lebih eksistensi Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) sudah melakukan berbagai gerakan seperti pemetaan Cabang dan Ranting (C&R) DIY dan DKI Jakarta, sejumlah modul untuk mendukung agenda pengembangan C&R juga sudah dirancang serta melakukan berbagai diagnosa terhadap persoalan di tingkat C&R. Karya-karya tersebut sudah di pandang memberikan spirit kepada LPCR PWM dan PDM untuk mengembangkan C&R, hanya saja dalam rentang waktu eksistensi LPCR belum secara signifikan berorientasi pada pendirian, pemekaran dan pengembangan C&R Muhammadiyah. Pada awal berdirinya, LPCR lebih fokus pada konsolidasi dan diagnosa persoalan yang menjadi penyebab lambatnya perkembangan C&R di berbagai daerah. Bahkan proses diagnosa ini untuk beberapa wilayah dan daerah belum dilakukan secara serius oleh pimpinan LPCR di level wilayah dan daerah.

Revitalisasi C&R memerlukan perhatian dan kepedulian bersama warga Muhammadiyah, perlu ada gerakan yang sistematis, terencana dan terukur untuk memastikan peran serta Muhammadiyah pada akar rumput. Dalam sejarah eksisnya, Muhammadiyah dapat berkembang dengan cepat, karena memberikan perhatian yang sungguh-sungguh pada pembinaan, pencerahan dan pemberdayaan umat melalui berbagai instrumen dengan menjadikan masjid sebagai pusat gerakannya.

Dalam beberapa kasus pada daerah tertentu, struktur kepengurusan Muhammadiyah hanya berhenti pada level daerah atau cabang, tidak menyentuh secara langsung aktivitas umat di ranting atau desa/kelurahan, jumlah cabang jauh lebih banyak dari jumlah ranting. Kasus semacam ini, banyak ditemukan pada Muhammadiyah di wilayah Indonesia Timur, wilayah ini pada periode kepemimpinan pasca Muktamar ke-46 menjadi salah satu fokus perhatian dalam menggerakan umat di level grassroots. Dengan memberikan perhatian khusus pada pengembangan kegiatan dakwah hingga ke level cabang dan ranting akan mempermudah keterlibatan Muhammadiyah dalam mengadvokasi berbagai masalah sosial keagamaan umat. Struktur kelembagaan Muhammadiyah diorientasikan agar terbentuk hingga ke tingkat desa/kelurahan sebagai struktur kekuasaan politik, semangat ini perlu gerakan bersama agar dapat memahami akar persoalan mengapa Muhammadiyah di Indonesia Timur belum mengalami perkembangan yang signifikan hingga tingkat desa/kelurahan, apakah ini masalah budaya, masalah geografis, masalah kepemimpinan atau masalah yang lainnya?

Kegelisahan yang sama saya kira dirasakan pula oleh Muhammadiyah di wilayah-wilayah lain di Indonesia, baik di bagian Barat maupun Tengah, bahkan di wilayah DIY, Muhammadiyah masih perlu memperkuat gerakannya. Berdasarkan pengamatan, sebagian wilayah Indonesia Timur mengadakan kegiatan pekanan yang disebut pengajian ahad pagi, pengajian ini langsung dikoordinir oleh PDM, sementara cabang dan ranting menjadi jamaahnya, fenomena ini berbeda dengan kondisi cabang dan ranting di wilayah Jawa yang aktif kegiatan rutin seperti pengajian ahad pagi dilakukan oleh cabang atau ranting.

 

Masalah Dakwah Muhammadiyah di Indonesia Timur

Hingga kini belum terdapat penelitian mengenai kondisi real Muhammadiyah di Indonesia Timur, terkadang ada informasi bahwa wilayah tertentu di bagian Timur Muhammadiyahnya kuat, namun setelah diamati, klaim itu juga belum didukung oleh perangkat kelembagaan yang kuat, bahkan kader-kader Muhammadiyah untuk kasus-kasus tertentu perlu di Muhammadiyahkan kembali. Muktamar ke-47, Muktamar pertama abad ke-2 akan dilaksanakan di Makassar Sulawesi Selatan yang merupakan pintu masuk Indonesia Timur, maka perhatian terhadap pengembangan C&R di Timur harus menjadi kepedulian bersama warga Muhammadiyah, artinya kebangkitan Muhammadiyah akan nyata pada abad ke-2 apabila perangkat kelembagaan hingga ranting dapat segera di perkuat dan direvitalisasi, khususnya Indonesia Timur.

Sebagai salah satu fokus dakwah Muhammadiyah “abad ke-2”, Indonesia Timur masih menyisakan sejumlah masalah dakwah, tidak jelasnya peta dakwah, perangkat kelembagaan yang masih rapuh, kader yang kurang memiliki “ghairah” lagi, pragmatisme politik dan lain sebagainya, masalah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut;

       Kondisi geografis Indonesia Timur yang berbeda dengan Jawa dengan wilayah pegunungan dan kepulauan, antara wilayah pedalaman dan bahkan antar kecamatan memerlukan jarak tempuh yang sangat jauh untuk bisa terjangkau, bahkan sampai satu atau dua hari perjalanan, baik darat maupun laut. Muhammadiyah pada konteks daerah semacam ini tidak lagi membicarakan masalah struktur, tetapi lebih pada keterlibatan mereka dalam kegiatan dakwah dan pemberdayaan.

       Implikasinya, Indonesia Timur menjadi obyek dakwah, belum secara signifikan menjadi “agen” bagi kegiatan dakwah seperti yang disyaratkan dalam pendirian C&R.  

      Sumber daya manusia (SDM) yang terbatasmenjadi salah satu penyebab utama sulitnya membangun jaringan organisasi sampai ke tingkat C&R, selain persyaratannya yang terlalu berat.Berdasarkan tanfidz keputusan Muktamar ke-46 Yogyakarta tahun 2010 disebutkan syarat pendirian cabang, suatu cabang sekurang-kurangnya mempunyai;

1)        Pengajian/kursus berkala untuk anggota Pimpinan Cabang dan Unsur Pembantu Pimpinannya, Pimpinan Ranting, serta Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan;

2)        Pengajian/kursus muballig/muballighat dalam lingkungan Cabangnya, sekurang-kurang sekali dalam sebulan;

3)        Korps muballigh/muballighat Cabang sekurang-kurangnya 10 orang;

4)        Taman Pendidikan Al-Qur’an/Madrasah Diniyah/Sekolah Dasar;

5)        Kegiatan dalam bidang sosial, ekonomi, dan kesehatan;

6)        Kantor

       Revitalisasi kader yang menjadi agenda Muhammadiyah abad ke-2 perlu memasukkan materi mengenai peran serta kader (IMM, IPM, Pemuda, NA) di tingkat C&R dengan menanamkan kembali etos dan spirit perjuangan Muhammadiyah (pembongkaran materi pengkaderan).

      Perimbangan muslim-non muslim di Indonesia Timur hampir sama, untuk wilayah NTT, Maluku, Sulawesi Utara, Papua dan Papua Barat, jumlah muslim minoritas, pada wilayah ini, agenda dakwah Muhammadiyah harus memihak kaum mustadafin, agenda dakwah kemanusiaan yang bersifat plura. Pada wilayah-wilayah tersebut strategi pengembangan C&R memerlukan langkah tersendiri.

      Pasca Pilpres 2004 dan 2009 serta Pilkada yang berlangsung sejak Juni 2005 telah menciptakan struktur sosial baru dalam masyarakat dengan menyebarkan “virus” pragmatisme, implikasinya adalah melahirkan perilaku warga yang pragmatis, sikap ini telah bergerak begitu jauh ke jantung kehidupan sosial, politik, ekonomi dan agama, bahkan efek jangka panjangnya akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Muhammadiyah. 

      Tantangan eksternal yang hadir bersamaan yakni kristenisasi untuk wilayah-wilayah seperti Sul-Sel, Sulbar, Sultra, Gorontalo, Maluku Utara, NTB serta ekspansi organisasi Islam lainnya seperti hadirnya Wahdah Islamiyah, HTI dan Gerakan Tarbiyah/PKS.[2]

      Kehadiran PTM dan AUM Muhammadiyah di Indonesia Timur belum berpengaruh signifikan bagi peguatan peran Muhammadiyah di akar rumput, PTM dan AUM masih sibuk dengan urusan rutin mereka masing-masing, Muhammadiyah bergerak sendiri. Membangun sinergi antara PTM-AUM dengan persyarikatan menjadi penting untuk memperkuat peran Muhammadiyah di tingkat basis

 

Program Pengembangan C&R Muhammadiyah

Programpengembangan C&RMuhammadiyah yang menjadi program nasional belum sepenuhnya dapat diterjemahkan dan diimplementasikan oleh pengurus LPCR Wilayah dan Daerah secara baik, meskipun berbagai model dan strategi sebagian LPCR PWM dan LPCR PDM untuk memperkuat C&R sudah dilakukan bersinergi dengan AUM, PTM atau lembaga dan majelis lainnya.

Untuk program pengembangan C&R di Indonesia Timur dan secara umum pola pengembangan Muhammadiyah Luar Jawa perlu memiliki ciri atau model yang berbeda dengan model pengembangan C&R di Jawa, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menggerakkan C&R;

1)      Perlu melibatkan kaum muda dalam mengembangkanC&RMuhammadiyah, khususnya aktivis alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Hasil pertemuan Tim pengembangan C&R Unismuh muncul gagasan agar alumni DAM IMM diberi tugas khusus untuk terlibat di C&R sebagai bagian dari penguatan kader pasca DAM. Hal yang sama dapat dilakukan bagi alumni IPM, NA dan Pemuda agar program pengembangan C&R menjadi program bersama semua komponen dalam Muhammadiyah, bukan hanya sekedar program LPCR;

2)      Bersinergi dan bekerjasama dengan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dalam kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat untuk mengadvokasi berbagai persoalan real Muhammadiyah di tingkat C&R;

3)      Para pimpinan LPCR PWM dan PWM sebagai institusi yang diberi tugas khusus untuk terlibat langsung, perlu menginisasi berbagai kegiatan dengan pimpinan PTM seperti KKN, KKP, PKL, PPL, pengabdian masyarakat dan matakuliah AIK mahasiswa PTM melalui kerjasama dengan LPM PTM dan bidang AIK PTM untuk melakukan pemetaan dan advokasi persoalan C&R agar dapat mendorong terealisasinya program nasional Muhammadiyah dalam mengembangkan C&R;

4)      Menggiatkan kegiatan gerakan jama’ah dan dakwah jama’ah (GJDJ) dengan membangun bekerjasama dengan Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus maupun dengan Majelis Pendidikan Kader dalam pembinaan kader, simpatisan dan jama’ah sebagai basis pendirian cabang dan ranting. Kegiatan GJDJ harus dilakukan di masjid sebagai basis kegiatan Muhammadiyah agar tidak terjadi gugat menggugat jamaah dengan Muhammadiyah soal kepemilikan masjid seperti pada kasus masjid Bara-Baraya Makassar;

5)      Para guru yang mengajar pada sekolah-sekolah Muhammadiyah harus dilibatkan dalam berbagai kegiatan Muhammadiyahdi C&R. Para guru Muhammadiyah harus menjadi pilar utama bagi pengembangan C&R, termasuk kegiatan-kegiatan sekolah perlu diarahkan pada terealisasinya pendirian cabang dan rantingyang merupakan visi Muhammadiyah Muktamar 1 abad yang lalu;

6)      Masjid perlu dimaksimalkan fungsinya sebagai pilar utama dalam pembinaan jamaah dan mempersiapkan kader-kader Muhammadiyah yang akan terlibat dalam kegiatan di tingkat cabang dan ranting.

 

Sosialisasi MoU LPCR dengan Majelis Dikti

Pada tahun 2006, Majelis Diktilitbang (begitu nama Majelis ini pada periode yang lalu) telah merancang program penguatan C&R Muhammadiyah dengan mengumpulkan LPM PTM di UHAMKA Jakarta, berbagai perangkat yang mendukung program tersebut telah disiapkan oleh Majelis Diktilitbang, namun agenda tersebut berhenti dalam waktu yang singkat, sangat mungkin mengapa inisiasi Majelis Diktilitbang yang kala itu di ketuai oleh almarhum Dr. Masykur W dan Sekretaris Dr. Chairil Anwar tidak berjalan mulus, karena tidak tersedia institusi yang secara langsung mengawal agenda penguatan C&R. Apabila saat ini, Majelis Dikti merespons dengan baik ajakan LPCR kerjasama untuk pengembangan C&R, tampaknya tidak bisa dilepaskan dari komitmen Dikti agar PTM-PTM berkontribusi secara langsung dalam penguatan peran Muhammadiyah di masyarakat melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Kesepakatan antara LPCR dengan Majelis Dikti PP Muhammadiyah belum banyak diketahui oleh pimpinan PTM, juga belum diketahui secara luas oleh pengurus LPCR PWM. MoU LPCR-Dikti sebagai bagian dari program percepatan agenda pencapaian target pendirian C&R sesuai amanat Muktamar ke-46 yang mensyaratkan berdirinya ranting 40 persen dari jumlah desa/kelurahan seluruh Indonesia serta 70 persen jumlah kecamatan.

1)      Peran strategis PTM dalam pengembangan C&R Muhammadiyah menjadi penting untuk memperkuat basis gerakan. Kerjasama dengan Dikti PP tidak hanya strategis untuk memperkuat basis gerakan, tetapi juga penting untuk membangun kesadaran pengelola PTM mengenai tanggungjawab sosial mereka dalam rangka tri dharma perguruan tinggi seperti pengabdian masyarakat untuk mengembangkan C&R.

2)      MoU LPCR – Majelis Dikti perlu disosialisasiakn secara aktif oleh pimpinan LPCR PWM dan PDM sebagai instrumen atai institusi penguatan C&R bersama dengan pimpinan PTM. Sosialisasi ini penting untuk mendorong PTM lebih aktif dalam pengembangan C&R. Selain itu, sosialisasi juga dapat dilakukan secara langsung dengan PTM dan membangun komitmen bersama untuk memperkuat peran Muhammadiyah di akar rumput.

3)      Idealnya yang memiliki otoritas untuk mengkomunikasikan berbagai regulasi LPCR adalah LPCR PWM dan LPCR PDM, termasuk MoU dengan Dikti, dalam hal ini ketua dan sekreatris LPCR Wilayah Muhammadiyah. Untuk kasus Makassar, LPCR dengan pimpinan Unismuh yang langsung mensosialisasikan kepada pimpinan Fakultas dan para dosen, khususnya kelembagaan Unismuh yang terkait dengan program LPCR seperti LPM, penangungjawab KKP/KKN dan Dosen AIK VIII yang akan menjadi instrumen pemetaan C&R.

4)      PWM dan LPCR PWM dengan merujuk pada MoU LPCR-Majelis Dikti sebagai instrumen pendukung utama perlu merumuskan berbagai agenda aksi yang konkret dalam kurung waktu yang tersisa (2 tahun lebih) untuk membuat peta dakwah Muhammadiyah melalui pemetaan C&R.

5)      Tim Unismuh yang ditugaskan berdasarkan surat LPCR dan surat Dikti untuk mengembangkan C&R di Indonesia Timur berencana akan mengadakan pertemuan awal[3] dengan pimpinan LPCR yang meliputi seluruh Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, NTB dan NTT. Pertemuan tersebut sebagai tahap awal untuk membangun kesamaan dan merencanakan agenda bersama untuk membuat peta dakwah Muhammadiyah. Setelah itu, Tim akan mengagendakan pertemuan dengan masing-masing wilayah bersama dengan perguruan setempat sebagai tindak lanjutnya.

 

Pola Kerjasama LPCR dengan UNISMUH

Berdasarkan rencana kerja atau aksi yang kini tengah dilakukan oleh Tim yang oleh Rektor Unismuh diberi nama dengan Tim Riset Pengembangan Cabang dan Ranting Muhammadiyah,  Tim ini dibentuk langsung oleh Universitas Muhammadiyah Makassar bersama dengan BPH yang juga Pimpinan PWM, tanpa keterlibatan PWM secara institusi, pola kerjasama yang sedang dilakukan adalah;

1)      Melakukan riset mengenai kondisi obyektif C&R di wilayah Sulawesi Selatan yang dimulai pada bulan Maret-Juli 2013 (proposal penelitian sudah selesai disusun oleh Tim dengan mengambil empat Kab./Kota yakni Makassar, Gowa, Bulukumba dan Luwu Utara). Pemilihan daerah ini didasarkan pada karakteristik yang dirancang LPCR yakni perkotaan, pedesaan dan pedalaman serta daerah penyangga urbanisasi.

2)      Melakukan pemetaan C&R melalui kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP/KKN) yang dimulai pada bulan Maret 2013. Pada awal Pebruari yang lalu, saya telah menyerahkan angket untuk pemetaan ke Wakil Rektor IV Unismuh untuk diserahkan ke penganggungjawab KKP, informasinya mereka akan KKP di daerah Bulukumba mulai bulan Maret 2013.

3)      Berdasarkan hasil pertemuan dengan Rektor, BPH, Wakil Rektor IV, Wakil Dekan IV dan beberapa pihak yang diundang langsung oleh Rektor Unismuh, Insya Allah pemetaan juga akan dilakukan melalui matakuliah AIK VIII (pengalaman langsung ke lapangan), mahasiswa akan dilibatkan dalam kegiatan pemetaan C&R untuk wilayah yang berdekatan dengan Makassar seperti Kota Makassar, Kab. Gowa, Takalar, Maros, Pangkep.

4)      Pada pertemuan awal, saya mewakili LPCR dengan Rektor, BPH Unismuh, dan Wakil Dekan IV (AIK), Tim yang akan dibentuk setidaknya diharapkan dapat menghasilkan minimal satu Cabang Unggulan dan satu Ranting Unggulan di Kota Makassar dan Kabupaten Gowa sebelum Muktamar ke-47 tahun 2015

5)      Model kepanitiaan Tim merupakan sinergi antara LPCR dan PTM (kampus), pada kasus Unismuh, Wakil Rektor IV yang langsung mengorganisir Tim (sebagai Penanggungjawab Teknis) dan saya ditunjuk sebagai Koordinator Tim yang akan mengelola program pengembangan C&R Indonesia Timur dengan anggotanya terdiri dari Wakil Dekan IV (AIK)/Dosen AIK, Ketua dan Sekretaris LPM Unismuh, Wakil Ketua LPCR PWM dan beberapa orang yang dipandang berkompeten oleh pimpinan Unismuh.

6)      Pada kasus Tim Unismuh yang kurang diperhatikan oleh pimpinan PTM adalah keterlibatan langsung LPCR Wilayah dalam pembentukan Tim dan perencanaan agenda aksi atau program prioritas. Hal ini harus menjadi perhatian LPCR Wilayah lain dalam membangun kerjasama dengan PTM agar agenda-agenda prioritas pengembangan C&R lahir dari program LPCR.

 

Agenda aksi yang dapat dilakukan oleh LPCR PWM dan PDM dengan melakukan pemetaan berdasarkan data yang tersedia di PWM dan PDM mengenai eksistensi C&R secara obyektif. Berkenaan dengan data ini, perlu dilakukan klarifikasi agar data tersebut benar-benar sesuai dengan fakta lapanga. Berdasarkan hasil pelacakan LPCR menjelang Sidang Tanwir Bandung 2012, terdapat data C&R di beberapa PWM yang melampaui data yang tersedia pada dokumen PP sebelumnya. Selain itu, terdapat informasi dari beberapa pengurus Muhammadiyah di daerah bahwa data C&R di PWM tidak seluruhnya otentik, karena ada unsur “politisnya” untuk kepentingan musyawarah (Musywil, Musyda dan Musycab), misalnya tiba-tiba muncul SK kepengurusan C&R menjelang musyawarah.

Kerja ini tidak akan mungkin berhasil dilakukan tanpa adanya spirit dan kerjasama yang solid untuk mempersiapkan Muhammadiyah menghadapi abad ke-2 dengan kekuatan real berdasarkan kebutuhan-kebutuhan mendasar masyarakat. Abad ke-2 Muhammadiyah memiliki tantangan yang berbeda dengan abad pertama, karena itu memerlukan langkah-langkah antisipatif untuk menggerakkan Muhammadiyah di level C&R.

 

Wallahu a’lam bi shawab.

 



[1]Makalah disampaikan pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) PP Muhammadiyahyang berlangsung pada 22-24Pebruari 2013 di Kampus Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

[2]Belum lama ini, ekspansi gerakan Islam lain ini dalam “rumah Muhammadiyah” terjadi di Kota Makassar yang berujung dengan digugatnya Masjid Muhammadiyah ke PTUN oleh simpatisan Wahdah Islamiyah.  Soal gugatan ini bukanlah seluruhnya salah organisasi lain, tetapi juga Muhammadiyah Makassar harus segera menyadari bahwa masjid tidak lagi menjadi perhatian Muhammadiyah, kegiatan-kegiatan sosial keagamaan berkurang di masjid tersebut.

[3]Rencana akan dilakukan pada pertengahan tahun 2013 di Universitas Muhammadiyah Makassar


Tags: CabangdanRantingMuhammadiyahIndonesiaTimur

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website