Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting - Persyarikatan Muhammadiyah

Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
.: Home > Berita > PROSES AWAL PENGARUH DAN LAHIRNYA MUHAMMADIYAH KABUPATEN LAMONGAN

Homepage

PROSES AWAL PENGARUH DAN LAHIRNYA MUHAMMADIYAH KABUPATEN LAMONGAN

Jum'at, 17-05-2013
Dibaca: 3708

Gerak Muhammadiyah pada awal berdirinya sungguh amat terbatas, yaitu masih di Kauman Yogyakarta sampai tahun 1917. Setelah mendapat kesempatan untuk memperluas ruang geraknya, maka Muhammadiyah mulai menjangkau daerah-daerah sekitarnya yang sebelumnya sudah mengidamkan keberadaannya.
Tetap lestari dan berkembangnya gerakan Muhammadiyah tidak terlepas dari pendirian organisasi ini untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis di Indonesia. Kegiatan politik praktis merupakan godaan berat selama perjalanan sejarah Muhammadiyah. Sikap tegas Muhammadiyah itulah agaknya menjadikan Muhammadiyah seperti tanaman yang subur dan dapat berkembang besar menyebar di Indonesia.
Pada tanggal 1 November 1921 Muhammadiyah berdiri di Surabaya dengan status cabang, diketuai oleh H. Mas Mansur dibantu oleh K. Usman, H. Ashari Rawi, dan H. Ismail. Di antaranya dari Surabaya inilah Muhammadiyah berpengaruh ke Lamongan. Tiga poros penting yang selanjutnya menjadi sentral penyebaran Muhammadiyah di Lamongan adalah Bagian Pesisir di Desa Blimbing (Paciran), Bagian Tengah di Desa Pangkatrejo (Kecamatan Sekaran) dan Bagian selatan di Kota Lamongan (Kecamatan Lamongan).
Seperti halnya tipe proses menyebarnya pengaruh Muhammadiyah di lain daerah yang kebanyakan dibawa oleh kaum pedagang, guru, pegawai pemerintah, dan muncul pada komunitas perkotaan, Muhammadiyah di Lamongan juga demikian. Akan tetapi ada satu hal yang menarik untuk dicatat bahwa Muhammadiyah di Lamongan lahir dari komunitas pedesaan, kemudian menjalar ke perkotaan. Kalau dianalisis kenyataan ini cukup beralasan bahwa lahirnya Muhammadiyah selalu didahului oleh tantangan yang ada sebelumnya. Besar dan kecilnya tantangan juga dapat menentukan frekuensi gerakan, disamping juga perlu diperhatikan aktor penggerak dan pendukungnya.
            Muhammadiyah mulai masuk di daerah Lamongan sekitar pada tahun 1926 M yang dibawa oleh H. Sa’dullah tepatnya di Desa Blimbing Kecamatan Paciran. Beliau dibantu juga oleh seorang wanita Islam yang bernama Zainab atau lebih dikenal dengan sebutan “Siti Lambah”. Mereka berdualah yang banyak memperjuangkan Muhammadiyah di wilayah sekitarnya. Namun dalam perkembangan selanjutnya Muhammadiyah tengah juga mengalami degradasi generasi yang diakibatkan para tokoh-tokohnya banyak yang masuk pada partai Masyumi pada waktu itu, bahkan aktivitasnya pun terkadang sering terbengkalai bahkan nyaris lenyap dari aktivitasnya.
            Setelah partai Masyumi bubar dari partai politik, para tokoh Muhammadiyah mulai kembali pada organisasi semula dan timbul greget untuk memikirkan gerakan keagamaan yang lebih efektif dan efisien. Berbagai lontaran pendapatpun muali muncul dan gagasan yang konstruktif pada waktu itu adalah membentuk majelis Hikmah yang diketuai oleh Muhammad Yasin. Majelis ini didirikan bertujuan sebagai wadah yang mampu menampung para aktivis Muhammadiyah yang frustasi dari Masyumi tersebut, dan sekaligus sebagai wahana dakwah untuk melangsungkan gerakan dan cita-cita persyarikatan Muhammadiyah.
            Dengan dibentuknya majelis hikmah ini maka pada waktu yang tidak lama kemudian terbentuk cabang Muhammadiyah di bawah pimpinan Zahri. Perkembangan dan gerakannya pun semakin lancar dan mendapat banyak sambutan dari masyarakat khususnya di wilayah pesisir atau pantai, dimana yang sampai sekarang menjadi basisnya yang terkuat dan sekaligus sebagai parameter Muhammadiyah di wilayah Jawa Timur.
            Pengembangan dan penyiaran dapat berjalan dengan dinamis dan cepat setelah mempunyai banyak tokoh-tokoh yang mumpuni dalam bidang keagamaan yang biasanya lebih banyak memberi atau diminta untuk mengisi pengajian-pengajian di kota dan di desa. Melalui pengajian-pengajian tersebut, para tokoh itu mulai memperkenalkan Muhammadiyah yang kemudian sedikit banyak membuat massa tertarik yang pada akhirnya masuk sebagai warga Muhammadiyah. Adapun basis mayoritas Muhammadiyah yang kental adalah di Paciran. 
Muhammadiyah Kabupaten Lamongan berkembang di wilayah Tengah tepatnya  di Desa Pangkatrejo. Sebelumnya perlu diketahui bahwa sejak tahun 1950 sampai 1960-an Desa Pangkatrejo merupakan hasil kain tenun ikat terbesar di Kabupaten Lamongan, ketenarannya mulai surut menjelang pemberontakan PKI tahun 1965, karena PKI mematikan saluran perdagangan dan umumnya di Indonesia pada masa itu terjadi krisis ekonomi. Keberadaan industri tenun inilah yang menjadikan sebagian masyarakat desa itu memilki mobilitas tinggi, ialah sebagai pedagang. Beberapa orang ternama diantaranya adalah Mastur, Suhari, M. Thohir, H. Mas’ud. Orang-orang itulah yang memotori berdirinya Muhammadiyah di Desa Pangkatrejo.
Di Bagian Selatan, sebetulnya sekitar tahun 1930-an faham Muhammadiyah sudah berpengaruh di Lamongan secara informal, artinya faham Muhammadiyah mulai diterima, dipahami, dan diamalkan oleh beberapa orang dibeberapa wilayah yang ada di Lamongan. Sudah berpengaruhnya Muhammadiyah pada masa itu, karena banyak ulama Lamongan yang ikut aktif dalam kegiatan organisasi besar, seperti Sarekat Islam (SI), dan dari sinilah mereka mengetahui adanya aliran pembaharuan yang dimotori oleh Muhammadiyah.
Beberapa ulama yang sudah berfaham Muhammadiyah pada saat itu diantaranya K.H. Syofyan Abdullah (Pangkatrejo), K.H. Sa’dullah (Blimbing Kecamatan Paciran), dan K. Khozin Jali (Kota Lamongan). Walaupun demikian mereka tidak bisa mendirikan Muhammadiyah sebagai organisasi, karena tantangan dari kelompok Islam tradisional sangat besar dan perlu dipelajari terlebih dahulu. Masyarakat Islam tradisional pada saat itu sudah mendapat pengayoman dari organisasi Nahdhatul Ulama (NU) yang sudah berkembang pesat. Tokoh NU di Kota Lamongan masa itu adalah K.H. Mastur Asnawi (dia adalah ayah dari Muchtar Mastur salah seorang tokoh Muhammadiyah di Kota Lamongan), sedangkan Pangkatrejo sudah dikuasai oleh NU yang dimotori oleh H. Abu Ali (dia adalah saudara dari K.H. Syofyan Abdullah yang berfaham Muhammadiyah).
Hal yang cukup penting untuk diketahui bahwa NU di Lamongan lahir dari komunitas perkotaan, lalu merembet ke pedesaan, sebaliknya Muhammadiyah terbentuk dari komunitas pedesaan, baru merembet ke perkotaan..
Sebelum berdirinya Muhammadiyah di Desa Pangkatrejo, faham ini sudah diterima oleh beberapa orang di desa itu. Seperti yang dinyatakan oleh M. Thohir dan diperkuat oleh Mangun bahwa pada tahun 1940-an di Pangkatrejo sudah ada kelompok belajar keagamaan yang sudah condong pada Muhammadiyah, kelompok ini diasuh oleh K.H. Syofyan Abdullah. Kelompok belajar ini selain diasuh oleh guru-guru setempat, juga mendatangkan guru dari Yogyakarta seperti, R. Hadiwinoto yang bertugas mengajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat umum.
Pada tahun 1948 kelompok belajar tersebut diberi nama Madrasah Al Abdaliyah dan mulai menggunakan model klasikal. Kesadaran mulai muncul dari pembaharu saat itu, ialah sebuah gagasan akan arti pentingnya berjuang dan berdakwah melalui organisasi. Untuk itu  empat orang atas nama kelompok pembaharu, antara lain Suhari, Mastur, Bayinah dan M. Thohir dikirim ke Gresik untuk berkonsultasi dengan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Gresik pada awal tahun 1950 berkenaan dengan akan didirikannya organisasi Muhammadiyah di Desa Pangkatrejo. Dari sinilah kemudian terbentuk organisasi Muhammadiyah Ranting Pangkatrejo pada tahun 1953 diketuai oleh Abdul hamid, dibantu oleh M.Thohir, Bayinah, Mastur, dan H. Mansur, yang masih berada dalam pengawasan Cabang Muhammadiyah Gresik.
Pengaruh Muhammadiyah di Kota Lamongan seperti telah tersebut sudah ada sejak tahun 1937, tetapi secara organisasi belum dapat didirikan. Pada tahun itu ada usaha untuk mendirikan Muhammadiyah sebagai organisasi oleh H. Khozin Jali, sayang sekali sampai dia meninggal dunia usaha itu belum terealisasi. Usaha selanjutnya dilakukan oleh Hasan Buya pada zaman Jepang, usaha itu juga sia-sia, karena mendapat tekanan dari Jepang sebagaimana yang terjadi pada organisasi Muhammadiyah secara umum pada masa itu. Akhirnya usaha mendirikan organisasi Muhammadiyah tidak terlihat lagi sampai pada akhir revolusi fisik tahun 1949.
Pada tahun 1950 kegiatan pemerintahan di Kabupaten Lamongan mulai normal kembali setelah pada masa sebelumnya terganggu akibat Agresi Militer Belanda. Urusan keagamaan Kabupaten pada saat itu diperankan oleh personil-personil dari Kantor Urusan Agama (KUA) yang sekarang sudah berubah menjadi Departemen Agama (Depag). Ialah H. Mahmud salah seorang pegawai kantor itu (berasal dari Pangkatrejo) yang berfaham Muhammadiyah memberikan pengaruh pada sesama pegawai yang ada, dan berhasil mendirikan kelompok pengajian Muhammadiyah di kantor. Kelompok itu diketuai oleh H. Mahmud dibantu oleh H. Shaleh. Oleh karena kedua orang ini sering mengalami sakit, maka roda perkumpulan itu berjalan tidak normal. Bahkan ketika H. Shaleh dipindah ke Situbondo, kelompok itu benar-benar tidak terlihat lagi aktivitasnya. Akan tetapi di luar kantor (Kota Lamongan) sudah dapat didirikan kepanduan Hizbul Wathan pada tahun 1951 dipelopori oleh Abdul Hamid. Muchtar Mastur, dan Yasin Fathul dengan merekrut murid dari SMP PGRI Lamongan sebagai anggota. Dari Hizbul Wathan inilah dapat terbentuk pendidikan Muhammadiyah yang pertama kali di Kota Lamongan tahun 1952. Pendidikan itu antara lain Taman Kanak-Kanak diselenggarakan di rumah H. Shaleh, diasuh oleh Masrifah. Pada tahun itu juga didirikan SD dan SMP Muhammadiyah dengan meminjam gedung Madrasah Qomarul Wathan.
Dorongan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah diberikan pada Muchtar Mastur dan kawan-kawannya. Akhirnya setelah dorongan itu diperbincangkan, dapatlah dibentuk organisasi Muhammadiyah di Kota Lamongan pada tahun 1953 dengan susunan pengurus yang sangat sederhana. Organisasi ini diketuai oleh Muchtar Mastur dibantu oleh Yasin Fathul sebagai sekretaris, dan Muhammad Asyid sebagai bendahara. Pada awal berdirinya ini Muhammadiyah didukung oleh sekitar 50 simpatisan (belum berkartu anggota Muhammadiyah). Perlu diketahui bahwa pada saat itu Muchtar Mastur juga seorang pengurus Besar NU bagian Syuriah, dan keterlibatannya dalam PBNU berakhir pada tahun 1964.
Suatu hal yang sangat mengherankan, bagaimana seorang PB NU juga telah memimpin Muhammadiyah. Perlu diketahui, walaupun Muchtar Mastur seorang pengurus NU, namun jiwa keagamaannya sudah tidak sefaham lagi dengan organisasi itu. Dia merasa bahwa NU yang lebih condong menyuburkan masyarakat Islam tradisional tidak dapat dibenarkan. Muchtar disebut oleh orang-orang Muhammadiyah sebagai sangat keras dalam memberikan ceramah-ceramah keagamaan, bahkan tidak segan-segan mengkafirkan orang-orang yang tidak sefaham dengan Muhammadiyah. Masih ikut sertanya Muchtar Mastur dalam kepengurusan NU memberikan kemudahan baginya untuk menyampaikan pengajian-pengajian di tengah-tengah masyarakat NU, dan itu baginya merupakan kesempatan untuk memasukkan ide-ide pembaharuan. Pada perkembangan selanjutnya masyarakat mengetahui dari ketidakjelasan Muchtar itu, dan menyimpulkan bahwa Muchtar benar-benar telah ber-Muhammadiyah. Hal itu terlihat jelas dalam pemikirannya yang disajikan dalam setiap pengajian yang mengarahkan pada masyarakat NU meninggalkan tradisi-tradisi yang dianggapnya menyimpang dari Al Quran dan Al Hadits. Periode Muchtar dalam kepengurusan Muhammadiyah berakhir pada tahun 1963, kendali organisasi selanjutnya dipegang oleh R.H. Moeljadi (seorang mantan tokoh Masyumi), sedangkan Muchtar sendiri tetap aktif berjuang lewat Muhammadiyah. NU secara total ditinggalkan oleh Muchtar pada tahun 1964. Kepengurusan Moeljadi dalam Muhammadiyah memperoleh perkembangan yang pesat, yang dijelaskan pada pembahasan selanjutnya dalam tulisan ini.
Perkembangan Muhammadiyah di Lamongan mengalami kemajuan menyusul bubarnya Partai Masyumi pada tahun 1960. Pada masa itu banyak mantan anggota Masyumi yang tertarik pada persarikatan Muhammadiyah sebagai alternatif. Masuknya tokoh Masyumi dalam Muhammadiyah memberikan dampak yang besar bagi tumbuhnya organisasi, karena tokoh-tokoh itu kemudian diikuti oleh anak buahnya. Diantara tokoh-tokoh Partai Masyumi yang disegani di Lamongan saat itu adalah R.H. Moeljadi, H. Ali, dan H. Syamsul. Dalam periode Muchtar di Lamongan berusaha mempengaruhi beberapa tokoh Masyumi tersebut untuk ikut berjuang lewat Muhammadiyah. Keberhasilan usaha itu terlihat jelas dengan masuknya Moeljadi sebagai simpatisan Muhammadiyah, yang selanjutnya mengantarkan tokoh ini dalam tampuk kepengurusan Muhammadiyah sampai tahun 1978. Untuk H. Ali walaupun tidak mau masuk Muhammadiyah, tetapi sangat menghargai Muhammadiyah, dan dia memilih untuk berjuang lewat NU. Sedangkan H. Syamsul (dari Sugio) terkesan sangat anti terhadap Muhammadiyah.
Pada periode R.H. Moeljadi, Muhammadiyah memisahkan diri dari pengawasan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bojonegoro (perlu diketahui bahwa cabang-cabang yang ada di Lamongan antara tahun 1957 sampai 1967 bernaung dibawah Daerah Muhammadiyah Bojonegoro, sedangkan sebelum tahun itu ada juga yang bernaung dibawah Cabang Muhammadiyah Gresik seperti yang dituturkan oleh M. Thohir). Muhammadiyah di Kabupaten Lamongan  berdiri sebagai Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor C-076/D-13, tanggal 11 September 1967 yang membawahi 5 buah cabang, antara lain :
a.  Cabang Lamongan, meliputi Wilayah Pembantu Bupati Lamongan.
b.  Cabang Babat, meliputi Wilayah Pembantu Bupati Ngimbang.
c.  Cabang Jatisari (Glagah), meliputi Wilayah Pembantu Bupati Karangbinangun.
d.  Cabang Pangkatrejo, meliputi wilayah Tuban, Pembantu Bupati Sukodadi.
e.  Cabang Blimbing (Paciran), meliputi Wilayah Pembantu Bupati Paciran.
Cabang-cabang tersebut di atas sebelumnya telah mendapat pengesahan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, antara lain : Cabang Lamongan nomor 1024, tanggal 11 Mei 1953, Jatisari nomor 1481 tanggal 2 Mei 1961, Babat nomor 1552, tanggal 4 Februari 1962, Blimbing nomor 1796, tanggal 1 Februari 1964, dan Pangkatrejo nomor 1707, tanggal 27 Juli 1963.
Kelima cabang itulah pada masa berikutnya berhasil mengembangkan Muhammadiyah di wilayah kerjanya masing-masing,

Perkembangan Muhammadiyah Lamongan Saat ini

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan sudah membawahi   Cabang, Ranting sebanyak 265 buah, dengan anggota berjumlah 59.337 orang. Sedangkan amal usaha yang dimiliki adalah bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan tabligh. Adapun jumlahnya masing sebagai berikut :

1. Bidang pendidikan
       TK : 122 buah, MIM : 113 buah, MTs : 29 buah, SMP : 21 buah, SMA : 11 buah, MA : 12 buah, SMEA : 3 buah, STM : 4  buah, SPP : 1 buah, STIT : 3 buah, STIS : 1 buah, dan STIE : 2 buah. Kemudian ditambah lagi dengan Pondok Pesantren : 7 buah, Madrasah Diniyah : 22 buah dan TPQ/TPA sebanyak 115 buah.
 
2. Bidang Kesehatan
      Rumah sakit : 2 buah, Rumah bersalin : 4 buah, BP/kesehatan : 9 buah, BKIA : 6 buah.
 
 
3. Bidang Sosial
      Panti Asuhan : 2 buah, Asrama Pelajar : 1 buah, Bakesos : 1 buah, BPR : 1 buah, Koperasi Sekolah : 146 buah, Home Industri : 16 buah, LKM : 1 buah dan TPI/pasar ikan : 1 buah.
4. Bidang Tabligh
            Masjid : 193 buah, Mushala : 337 buah dan tempat pengajian : 240 buah.
5. Organisasi Otonom
      Organisasi otonom tingkat Cabang yang dimiliki meliputi antara lain : Aisyiyah : 20 Cabang, Nasyiatul Aisyiyah : 20 Cabang, Pemuda Muhammadiyah : 24 Cabang, Ikatan Remaja Muhammadiyah : 24 Cabang, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah  : 3 Komisariat dan Tapak Suci Putra Muhammadiyah : 6  Pimcab.
 
 
 
1.    Periode Sebelum Terbentuknya Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten  Lamongan (1953-1967)
Periode ini lebih tepat disebut sebagai masa perintisan. Pada masa ini struktur kepemimpinan dan manajemen organisasi belum tertata rapi, karena para Pimpinan Muhammadiyah adalah orang-orang baru yang belum banyak mengenal tentang organisasi Muhammadiyah. Gerakan yang dilakukan sekedar menanamkan ide-ide Muhammadiyah.
Struktur kepemimpinan Muhammadiyah pada periode ini masih tersusun sangat sederhana, terdiri dari seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan beberapa orang pembantu pimpinan karena pada periode  ini Muhammadiyah di Lamongan masih berupa cabang-cabang yang secara struktural di bawah pengawasan pimpinan Daerah Muhammadiyah Bojonegoro.
Strategi pergerakan Muhammadiyah pada masa ini juga belum tersusun dengan rapi. Hal ini disebabkan sumber tenaga penggerak yang sangat terbatas, oleh karenanya penyebaran pengaruh Muhammadiyah lebih banyak diperankan oleh seorang ketua. Akan tetapi dalam periode ini, keberadaan sekolah-sekolah Muhammadiyah juga memberikan arti tersendiri terhadap meluasnya pengaruh Muhammadiyah, terbukti dengan lahirnya beberapa organisasi kepaduan Hizbul Wathan di Sekaran, Laren, Babat, Sukodadi, Karangbinangun, Kalitengah dan Kedungpring pada tahun 1950-an yang dipelopori oleh para pelajar dan pemuda setempat, sekaligus organisasi kepaduan ini menjadi embrio Muhammadiyah di wilayah-wilayah tersebut.        
Pada tahun 1960 Muhammadiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat menyusul bubarnya Masyumi, karena banyak mantan anggota Masyumi yang memilih Muhammadiyah sebagai wadah pergerakan selain NU. Disisi lain tahun ini pula sebagai tonggak awal pertentangan yang hebat antara Muhammadiyah dengan NU, terutama terjadi karena perebutan pengaruh dalam masyarakat.
 
2.  Periode R.H. Moeljadi 1967-1978
            Sebelum tahun 1967 antar Cabang Muhamadiyah se-Kabupaten Lamongan belum sering mengadakan kontak secara langsung. Pimpinan Cabang Muhammadiyah berjalan sendiri sesuai dengan situasi dan kondisi. Cabang-cabang yang ada sampai tahun 1967 secara struktural berada dalam pengawasan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bojonegoro.
Atas prakarsa lima cabang yang ada di lima wilayah pembantu Bupati Daerah tingkat II Lamongan, maka terbentuklah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan pada tanggal 11 September 1967, dengan susunan pengurus yang sangat sederhana terdiri dari seorang ketua yaitu R.H. Moeljadi dibantu sekretaris, bendahara, dan beberapa majlis antara lain : Majlis PKU, Pendidikan dan Kebudayaan, Tabligh, dan Pemuda Hizbul Wathan. Mulai saat itulah arah pergerakan Muhammadiyah Lamongan mulai searah sekaligus sebagai tanda bahwa cabang-cabang Muhamadiyah se-Lamongan sudah terlepas dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bojonegoro secara struktural.
Masa jabatan Pimpinan Muhammadiyah mengikuti peraturan yaitu selama 3 tahun. Masa 3 tahun itu berlaku mulai tahun 1950 sampai 1970, dan selepas tahun 1970 menggunakan peraturan baru yaitu selama 5 tahun, keduanya mengikuti muktamar Muhammadiyah. Apabila masa jabatan pengurus sudah habis, mereka dapat dipilih kembali untuk periode berikutnya.
Demikianlah, mulai periode ini terlihat semakin jelas arah gerakan Muhammadiyah di Lamongan. Untuk penyebaran pengaruh Muhammadiyah terbagi menjadi dua wilayah, yaitu belahan utara Lamongan dan belahan selatan Lamongan. Belahan utara Lamongan diperankan oleh Cabang Pangkatrejo, Paciran, Jatisari, Laren, dan Brondong, sedangkan belahan selatan Lamongan diperankan oleh Cabang Lamongan, Babat, Kadungpring, dan Sugio.
Terpilihnya RH. Moeljadi sebagai ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan sangat berarti terhadap proses perluasan pengaruh Muhammadiyah, karena dia adalah mantan tokoh Masyumi yang disegani oleh masyarakat, juga sebagai mantan Sekjen Gerakan Pemuda ANSOR (Pemuda NU) Cabang Lamongan tahun 1951-1954. Disatu sisi Moeljadi dijadikan propaganda untuk menarik simpati masyarakat supaya ber-Muhammadiyah, disisi lain NU merasa terpukul dengan keluarnya Moeljadi dari barisan organisasi NU. Upaya pengkaderan dilakukan dalam periode ini melalui sistem kader ngintil yaitu suatu sistem pengkaderan, dimana ketua berusaha memilih dan menggandeng terus beberapa orang untuk dipersiapkan dalam kepemimpinan periode selanjutnya. Salah satu hasilnya terlihat dengan terpilihnya K.H. Abdurrahman Syamsuri menjadi Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah selama dua masa jabatan dari tahun 1978 sampai 1990.
Dua tahun kepemimpinan  R.H. Moeljadi terhitung sejak terangkatnya sebagai ketua Pimpinan Daerah Muhamadiyah Lamongan mengalami kemajuan, namun antara tahun 1970-1973 terjadi kemunduran. Hal ini dikarenakan R.H. Moeljadi diangkat sebagai Kepala Perwakilan Departemen Agama Kabupaten Lamongan, sehingga perhatian untuk Muhamadiyah benar-benar tersita. Disamping itu juga adanya larangan terhadap aparat Depag dan guru-guru agama di Jawa Timur untuk tidak mengurusi organisasi di luar kedinasan. Untuk mengatasi masalah intern itu, maka dari tokoh-tokoh Muhammadiyah Lamongan mengadakan rapat cabang darurat, dan dapat memilih H. Zahri untuk membantu R.H. Moeljadi. Antisipasi ini ternyata berjalan dengan baik, sehingga periode Moeljadi bisa berlangsung sampai tahun 1978. Pada tahun 1978 diadakan musyawarah Daerah Muhamadiyah Lamongan, dan berhasil memilih K.H. Abdurrahman Syamsuri sebagai Ketua Pimpinan Muhammadiyah Lamongan. Perubahan ketua ternyata membawa dampak pada kesekretariatan, yaitu beralihnya dari Jl. K.H. Ahmad Dahlan no. 08 Lamongan ke Pondok Pesantren Karangasem-Paciran. Peralihan kesekretariatan ini dengan pertimbangan agar kepengurusan Muhammadiyah berjalan lancar, karena pucuk pimpinan dipegang oleh seorang yang berdomisili di Paciran (pengasuh Pondok Pesantren Karang Asem-Paciran). Hal ini sebagai salah satu tanda bahwa Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan masih sangat tergantung pada seorang ketua. Kondisi ini nampak berubah pada tahun 1980-an, dimana kader-kader potential sudah bermunculan yang membawa angin segar dalam tubuh organisasi.
 
3.  Periode K.H. Abdurrahman Syamsuri (1978-1990)
            Struktur pimpinan dan manajemen organisasi Muhammadiyah Lamongan periode ini terlihat lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya. Dalam periode ini terdapat dua kali masa jabatan, pertama tahun 1978-1985 dan kedua tahun 1985-1990. Kedua masa jabatan itu diketuai oleh K.H. Abdurrahman Syamsuri, atau lebih dikenal dengan nama Yi Man.
Berbicara tentang struktur pimpinan lebih diarahkan pada perkembangan dan perubahannya. Perkembangan dan perubahan itu sebagai jawaban dari semakin kompleknya masalah yang harus ditangani secepatnya oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan saat itu.
Pada periode kepengurusan tahun 1978-1985 dapat disusun struktur pimpinan yang terdiri dari seorang ketua, keua I dan II, sekretaris I dan II, bendahara I dan II, ditambah majlis-majlis, dan biro-biro, antara lain. Majlis Pendidikan dan Kebudayaan, Pustaka, PKU, Tabligh, Tarjih, Wakaf/Kehartabendaan, Pengkaderan/Organisasi, BPKAMM, dan Pembina Karyawan. Ketua yang ditetapkan oleh pimpinan Pusat Muhammadiyah adalah K.H. Abdurrahman Syamsuri. Selanjutnya untuk melengkapi kepengurusan dan pembagian kerja, diadakan sidang pleno I di Sedayu Lawas (Cabang Brondong) pada tanggal 18 Maret 1979. Sidang pleno I ini menghasilkan kelengkapan pengurus PD Muhammadiyah periode 1978-1985, sebagaimana terlampir.
Pada masa kepemimpinan KH. Abdurrahman Syamsuri digunakan strategi pengawasan terhadap majlis-majlis dan biro-biro yang ada, antara lain :
a.  Ketua membidangi Majlis Tabligh, Tarjih, dan Wakaf/Kehartabendaan,
b.  Ketua I membidangi Majlis Pendidikan dan Kebudayaan, Pustaka, dan PKU,
c.  Ketua II membidangi Biro Pengkaderan/Organisasi, Pembina Karyawan, dan BPKAMM.
Pada masa tersebut juga terlihat adanya beberapa perubahan penting dalam susunan pengurus sebagai upaya pengaktifan. Perubahan ini karena ada beberapa pejabat penting dalam organisasi yang mengundurkan diri, dengan alasan kesibukan pribadi, antara lain Ketua Majlis PKU (Gholib Ghufron), Ketua Majlis Wakaf/Kehartabendaan (H. Mufti Aziz), Wakil Ketua I (Shofwan Shofa), Bendahara I (H. Usman Dimyati), dan Ketua BPKAMM (Mahmud Irfan B.A.). Dengan demikian tersusunlah formasi baru dalam kepengurusan PD Muhammadiyah Lamongan 1978-1985 sebagaimana terlampir. Perubahan itu diadakan dalam rapat pleno di Babat tahun 1982.
Kepemimpinan KH. Abdurrahman Syamsuri  berakhir pada tahun 1985. Karena itu perlu diadakan Musyawarah Daerah untuk memperbarui kepemimpinan. Musyawarah Daerah Muhammadiyah diadakan pada tanggal 29-30 Maret 1986, dan berhasil memilih 9 anggota Pimpinan Daerah  Muhammadiyah periode 1985-1990, selanjutnya mereka mendapat pengesahan pada tanggal 8 Juni 1986.
Pada Musyda ini tetap memberikan kepercayaan pada KH. Abdurrahman Syamsuri untuk mengetuai PD Muhammadiyah Lamongan periode 1985-1990. Seperti halnya dengan mekanisme kerja pada kepemimpinan KH. Abdurrahman Syamsuri, maka untuk melengkapi struktur kepengurusan juga diadakan sidang pleno pada tanggal 25 Juli 1986, yang dapat melengkapi susunan pengurus, terdiri dari ketua, wakil ketua I, II, dan III, sekretaris dan wakilnya, bendahara dan wakilnya, majlis-majlis, dan biro-biro, diantaranya : Majlis Tarjih, Pendidikan dan Kebudayaan, Tabligh, PKU, Wakaf/Kehartabendaan, dan BPKAMM, sebagaimana terlampir.
Pada kepemimpinan KH. Abdurrahman Syamsuri telah diadakan beberapa perbaikan. antara lain :
a.  Pembaharuan sebagai hasil dari rapat pleno PD Muhammadiyah tanggal 23 November 1986, berupa pembentukan Badan Pendidikan Kader, menentukan ketua baru untuk Majlis Tarjih dan BPKAMM, karena ketua sebelumnya mengundurkan diri.
b.  Pembaharuan sebagai hasil rapat pleno PD Muhammadiyah tanggal 6 Desember 1987, berupa pembentukan Majlis Ekonomi dan Majlis Pustaka, dan menetukan ketua baru untuk Majlis Tarjih, karena ketua sebelumnya yaitu K.H. Showab Mabrur meninggal dunia.
c.  Pembaharuan sebagai hasil dari rapat pleno PDM tanggal 15 Maret 1989, berupa penentuan ketua baru untuk Majlis Tabligh, karena ketidakaktifan ketua sebelumnya. Dari pembaruan-pembaruan itu, maka pada tahun 1989 terdapat formasi dalam kepengurusan periode 1985-1990, sebagaimana terlampir.
Untuk mempermudah pengawasan dalam kepemimpinan KH. Abdurrahman Syamsuri, maka dirumuskan tugas, fungsi, dan tata kerja yang mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 1987, antara lain :
a.  Wakil ketua I membidangi Majlis Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Pendidikan Kader, BPKAMM, dan mewilayahi Cabang Paciran, Brondong, Laren, Pangkatrejo, Karanggeneng, dan Kalitengah.
b.  Wakil ketua II membidangi Majlis PKU, Ekonomi, dan Pustaka, dan mewilayahi Cabang Babat, Kedungpring, Modo, Ngimbang, Sambeng, Kembangbahu, dan Mantup, dan
c.  Wakil ketua III membidangi Majlis Tarjih, Tabligh, Wakaf/Kehartabendaan, dan mewilayahi Cabang Lamongan, Sukodadi, Sugio, Tikung, Deket, Glagah, dan Karangbinagun.
Dinamika struktur pimpinan tersebut merupakan salah satu usaha periode KH. Abdurrahman Syamsuri dalam upaya meningkatkan prestasi kerja PDM Lamongan.
Dalam aspek manajemen organisasi ada beberapa hal yang perlu dicatat selama periode KH. Abdurrahman Syamsuri, antara lain :
a.  Menentukan salah satu ruang di Pondok Pesantren Karangasem sebagai sekretariat PDM Lamongan yang dibuka setipa hari pukul 08.00-13.00 WIB, dengan seorang tenaga full timer yaitu Barqus Salam (yang selanjutnya diangkat sebagai wakil sekretaris)
b.  Mengadakan perbaikan administrasi kantor menurut aturan yang ada, baik yang menyangkut penyesuaian kode indek surat maupun kearsipan.
c.  Menyusun kembali pimpinan cabang-cabang dan ranting-ranting yang mengalami kelesuhan pada akhir periode R.H. Moeljadi. Upaya penyegaran kembali inilah sehingga sampai tahun 1985 PD Muhammadiyah Lamongan memiliki 14 cabang yang berdiri di beberapa kecamatan. Perluasan organisasi terus dilakukan, sehingga sampai tahun 1989 sudah terdapat 20 cabang dan 255 ranting dengan kuantitas amal usaha yang besar. Pembenahan-pembenahan organisasi otonom juga dilakukan, seperti Aisyiyah, Nasyiatul Aisyaiyah, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, dan Tapak Suci. Organisasi otonom inilah yang menuaikan tugas khusus bergerak dan berdakwah pada kalangan masing-masing.
d.  Secara periodik setiap dua bulan sekali mengadakan kunjungan ke cabang-cabang, sekaligus dalam kesempatan itu diadakan acara khusus berupa sidang pleno.
e.  Mengadakan peningkatan mutu pimpinan dengan mengirimkan beberapa pengurus untuk mengikuti acara-acara penataran instruktur yang diadakan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta. Di daerah sendiri juga diadakan pengajian pimpinan yang dihadiri PWM Jatim dan PP Muhammadiyah, seperti K.H.M. Anwar Zein (PWM Jatim) pada tanggal 6 September 1985, K.H.AR. Fachruddin pada tanggal 11 Juli 1985 dan 8 Mei 1986, dan Drs. H. Sutrisno Muhdam pada tanggal 9 Mei 1986, keduanya dari PP Muhammadiyah Yogyakarta.
f.  Mengupayakan kaderisasi, dengan memberikan kemudahan bagi warga Muhammadiyah untuk menuntut ilmu, baik di dalam maupun di luar negeri. Dalam berbagai bentuk seperti beasiswa, pemberian surat sakit, dan pengajuan beasiswa. Tujuan utama yang banyak termaktub dalam dokumen antara lain ke Universitas Al Azhar Kairo (Mesir), Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surabaya, Universitas Muhammadiyah Malang, SPK Sepanjang (Sidoarjo), SMA Muhammadiyah I Yogyakarta, Pendidikan Ulama Tarjih di Yogyakarta, dan lain sebagainya.
g.  Merumuskan sistem penggalian dana, yaitu menggali dana untuk kepentingan organisasi dari Amal Usaha Muhammadiyah Lamongan yang dianggap mampu, seperti BAKIS, Balai Pengobatan dengan besar sumbangan yang bervariasi, selain itu juga berasal dari setiap perguruan Muhammadiyah sedaerah Lamongan, juga dari zakat, infak, dan shadaqah para anggotanya.
Perkembangan organisasi yang nampak dibanding periode RH. Muljadi, yaitu sampai tahun 1990 Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan memiliki 20 cabang, 255 ranting, dengan jumlah anggota yang ber KTA sebanyak 11.519 orang, tidak ber KTA 24.150 orang, dan simpatisan sekitar 20.701 orang.
 
4.  Periode K.H. Abdul Fatah (1990-1995)
Periode ini banyak ditandai dengan perubahan dan penambahan struktur pimpinan organisasi, serta kebijakan-kebijakan manajemen. Struktur pimpinan periode ini terdiri dari ketua dan dua orang wakil ketua, sekretaris dan wakilnya, bendahara dan wakilnya, dan tiga anggota pimpinan yang masing-masing mengkoordinasi beberapa majlis, antara lain, pertama, angota merangkap Koordinator Majlis Dikdasmen, Pembina Kesehatan, Kebudayaan, dan Pustaka. Kedua, angota merangkap kordinator Majlis Tarjih, Tabligh, dan Wakaf/Kehartabendaan. Ketiga, anggota merangkap Koordinator Majlis Pembina Ekonomi, Pembina Kesejahteraan Sosial, BPK, dan LPPK. Setiap majlis sendiri dibentuk kepengurusan, terdiri dari ketua dan wakilnya, sekretaris, dan anggota majlis. Mengenai susunan pengurus PD Muhammadiyah Lamongan dapat dilihat pada lampiran.
Musyawarah daerah dalam memilih pengurus untuk periode ini yang diselenggarakan pada tanggal 28-29 September 1991 di Babat, sebetulnya tetap mengusulkan KH. Abdurrahman Syamsuri menjadi ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah, akan tetapi usulan itu ditolak oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, karena adanya rangkap jabatan, yaitu masuknya KH. Abdurrahman Syamsuri sebagai anggota Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur. Oleh karenanya Pimpinan Pusat Muhammadiyah memutuskan Abdul Fatah untuk menggantikan posisi KH. Abdurrahman Syamsuri sebagai ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan. Seperti kebiasaan sebelumnya, ketua terpilih kemudian mengadakan rapat pleno pada tanggal 12 dan 26 Januari 1992 untuk melengkapi susunan pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah periode 1990-1995.
Berbeda dengan periode KH. Abdurrahman Syamsuri yang sering mengadakan rasionalisasi pimpinan sebagai upaya pengaktifan, dikarenakan pengunduran diri para pengurus, namun pada periode ini tercatat hanya terjadi sekali dalam jajaran Pimpinan Daerah, yaitu digantikannya Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan yang juga ketua II Pimpinan Daerah Muhammadiyah (dr. Faishol Ama, M. Sc.). Untuk kedudukannya sebagai direktur digantikan oleh dr. H.M. Thohir, M.Sc., sedangkan ketua II digantikan oleh K.H. Afnan Anshari, tercatat mulai tanggal 29 November 1992.
Dalam aspek manajemen, ada beberapa hal yang perlu dicatat dalam periode K.H.  Abdul  Fatah, antara lain :
a.  Memindahkan sekretariat PD Muhammadiyah yang semula bertempat di Jl. K.H. Ahmad Dahlan no 122 ke Jl. Lamongrejo no. 109-111 Lamongan sejak tanggal 1 Juli 1992, sekaligus sebagai kantor bersama Muhammadiyah beserta ortom-ortomnya. Sekaligus mengangkat tenaga eksekutif.
b.      Penertiban administrasi Muhammadiyah dan ortom-ortomnya sebagai tindak lanjut dari rintisan periode sebelumnya. Bahkan dalam periode ini berhasil membendel surat-surat PD Muhammadiyah, baik surat keluar maupun masuk, kemudian menyusunnya secara rapi dalam almari kantor.
c.       Membentuk cabang-cabang baru, akibat dari perubahan administrasi pemerintah Kabupaten Lamongan (yaitu terbentuknya tiga kecamatan baru, antara lain Pucuk, Bluluk, dan Solokuro, yang masing-masing sebelumnya mengikuti Kecamatan Sukodadi, Sukorame, dan Paciran). Selain itu juga menyeragamkan penyelenggaran Musyran dan Musycab, serta mengesahkannya sebagai tindak lanjut dari usaha periode sebelumnya yang belum tuntas. Sampai akhir periode ini Pimpinan Daerah Muhammadiyah memiliki 20 cabang, 4 calon cabang, 265 ranting, dengan jumlah anggota sebanyak 59.337 orang.
d.      Meningkatkan mutu pimpinan dengan mengadakan pengajian pimpinan. Dalam acara ini sering mendatangkan pembicara dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur. Selain itu juga secara intern mengadakan konsolidasi pimpinan harian (9 orang) setiap dua minggu sekali, dan rapat gabungan yang terdiri dari seluruh pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Lamongan sekali dalam sebulan.
e.       Memperluas wawasan ber-Muhammadiyah ke cabang-cabang dan ranting-ranting sedaerah Lamongan, seperti pada Bulan September dan Oktober 1994.
f.       Merumuskan sistem penggalian dana, yaitu penggalian dana dilakukan secara intensif dan masuk dalam rencana anggaran tahunan yang diperoleh dari segenap jajaran Amal Usaha Muhammadiyah, seperti Rumah Sakit, Balai pengobatan, Lembaga Pendidikan dan lain sebagainya.
g.      Upaya kaderisasi memiliki tipe yang sama seperti pada periode KH. Abdurahman Syamsuri.
 
Tersebut di atas itulah diantara usaha penting periode K.H. Abdul Fatah dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja. Dengan demikian dapat dilihat adanya perkembangan yang selalu meningkat setiap periode. Dari gambaran-gambaran tersebut rasanya tidak salah, apabila empat periode itu digolongkan dalam tiga tahap, secara urut antara lain : tahap perintisan, konsolidasi, dan pengembangan.
 
 
Sumber: http://pdm-lamongan-jatim.blogspot.com/p/sejarah.html

Tags: PDM Kabupaten Lamongan, Muhammadiyah, LPCR
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website